Pachelbel Canon in D Major : Cerita dalam sebuah karya klasik
Johann Christoph Pachelbel adalah seorang
komponis Barok yang lahir pada tanggal 1 September 1653 di kota
Nuremberg negara Jerman. Pachelbel mengisi masa kecilnya dengan belajar
bermain musik dari seorang komposer lokal bernama Heinrich Schwemmer.
Schwemmer adalah seorang musisi dan pengajar musik sekaligus penyanyi
lagu – lagu keagamaan di gereja Saint Sebaldus kota Nuremberg.
Pada tahun 1671 ketika Pachelbel telah genap berusia 18 tahun, dia
memutuskan untuk pindah ke Vienna Austria di mana dia tinggal untuk
sementara waktu dan menjadi seorang pelajar di sana. Kemudian pada tahun
1692 Pachelbel pulang kembali ke Nuremburg dan memutuskan untuk menetap
di sana sepanjang hidupnya hingga akhirnya dia meninggal pada tanggal 9
Maret 1706 di usianya yang ke 52 tahun. Johann Pachelbel sendiri telah
banyak menciptakan musik – musik yang bersifat keagamaan dan sekuler
semasa hidupnya. Kurang lebih sebanyak 500 karya musik klasik telah
lahir dari buah pemikirannya sendiri. Melalui berbagai macam karya –
karya klasiknya yang sangat terkenal, telah mampu menempatkan Pachelbel
sebagai salah satu tokoh komposis zaman Barok paling penting dan paling
berpengaruh di abad pertengahan Eropa kala itu.
Salah satu karya besar Johann Pachelbel
yang paling terkenal dan paling di ingat oleh para pencinta musik klasik
di seluruh dunia adalah Canon in D Major. Kata Canon yang saya
bicarakan di sini tentu saja bukan senjata meriam Canon yang mampu
menembakkan peluru tepat menuju ke sasaran atau Canon merek kamera
digital yang sudah sangat terkenal itu. Bukan, bukan Canon itu yang saya
maksud. Canon In D Major adalah salah satu karya klasik yang berhasil
diciptakan oleh Pachelbel di zaman Barok Eropa. Penyebutan kata Canon di
sini merujuk salah satu cara atau teknik dalam memainkan irama musik di
mana sekumpulan nada akan di ulang secara terus menerus berdasarkan
pada interval – interval tertentu. Canon adalah musik dengan
karakteristik pengulangan atau peniruan nada. Ciri utama dari sebuah
Canon klasik adalah musik akan memiliki irama yang sama di awal lagu dan
akan terpisah secara sempurna di tengah – tengah lagu, sehingga akan
menimbulkan kesan adanya penempatan nada yang saling tumpang tindih atau
saling sambung – menyambung antara nada yang satu dengan nada yang
lain. Prosesnya sendiri sebetulnya sederhana, namun cara dalam
memposisikan suatu nada dengan tepat hingga tercipta pengulangan irama
yang terangkai dengan sempurna bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah.
Pachelbel sendiri menciptakan Canon in D Major sekitar tahun 1680. Sejarah Canon in D sempat terlupakan selama hampir 300 tahun, hingga pada akhirnya karya klasik ini untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada publik oleh Gustav Beckmann pada tahun 1919. Beckmann pada saat itu memasukkan potongan karya ini ke dalam artikel musiknya yang berjudul Pachelbel’s Chamber Music. Canon in D Major sendiri dimainkan untuk pertama kalinya pada tahun 1940 oleh Arthur Fiedler. Pada tahun 1970, seorang konduktor berkebangsaan Prancis yang bernama Jean-Francois Paillard mulai merekam dan memperkenalkan karya klasik ini kepada masyarakat luas. Paillard melalui pertunjukan orchestranya mampu menampilkan dengan sangat baik komposisi klasik dari Canon in D Major yang telah lama terkubur oleh sang waktu. Sejak saat itu karya klasik ini menjadi sangat terkenal dan bahkan telah menjadi dasar dari banyak lagu – lagu modern saat ini. Canon in D Major juga sering dimainkan dalam acara – acara pernikahan di berbagai negara dan telah menjadi lagu wajib pada beberapa album kompilasi musik klasik terpopuler di seluruh dunia. Seorang penulis pernah menyimpulkan bahwa karya klasik Canon in D Major memang secara khusus dibuat oleh Pachelbel untuk dimainkan pada acara pesta pernikahan sahabatnya yang bernama Johann Christoph Bach pada tanggal 23 Oktober 1694. Johann Christoph Bach adalah sepupu jauh dari Johann Sebastian Bach, salah satu komposis Barok paling terkenal di zamannya. Pada saat itu pertunjukan musik di pesta pernikahaan tersebut dimainkan oleh Johann Pachelbel, Johann Ambrosius Bach dan beberapa musisi klasik lainnya. Johann Ambrosius Bach sendiri adalah ayah dari Johann Sebastian Bach. Ada sebuah fakta sejarah yang cukup menarik untuk disimak bahwa di dalam salah satu kisah juga diceritakan jika Pachelbel adalah orang yang menjadi guru bagi Johann Sebastian Bach.
Pachelbel sebenarnya menciptakan banyak
sekali karya musik klasik yang terkenal di zamannya, namun sebagian
besar dari karya tersebut kini sudah hilang. Kisah perjalanan dalam
menemukan asal – usul Canon in D pun cukup panjang, hingga pada akhirnya
para peneliti sejarah musik klasik menemukan Musikalische Ergotzung. Diceritakan bahwa Musikalische Ergotzung
adalah sebuah manuskrip klasik yang berhasil ditemukan di kota Berlin
di mana di dalamnya terungkap beberapa karya klasik yang telah
diciptakan oleh Johann Pachelbel pada masa lalu. Di dalam manuskrip
tersebut terdapat beberapa potongan komposisi lagu di mana Canon in D
Major adalah salah satu di antara potongan komposisi lagu tersebut yang
masih bisa diselamatkan. Pachelbel menciptakan Canon in D Major dengan
penyebutan asli sebagai Canon and Gigue for 3 violins and basso continou atau dalam bahasa Jerman dituliskan sebagai ‘Kanon und Gigue für 3 Violinen mit Generalbaß‘. Saat ini naskah asli dari Musikalische Ergotzung tersebut masih tersimpan rapih di perpustakaan Berlin State Library negara Jerman.
Canon in D Major versi instrumental klasik dimainkan dengan tiga buah violin dan basso continou
sebagai pengiring serta ditambahkan alunan Gigue di akhir lagu. Ini
merupakan komposisi instrumen asli dalam memainkan Pachelbel Canon
klasik sesuai dengan catatan yang tertulis di dalam manuskrip tersebut.
Penggunaan basso continou dalam memainkan Canon in D umumnya
merujuk pada beberapa instrumen klasik yang biasanya menjadi pengiring
permainan violin di kala itu, seperti cello, bass, lute, theorbo, gitar,
viol, harpsichord, harp dan sebagainya. Namun seiring dengan
berjalannya waktu, banyak di antara musisi klasik dunia yang memainkan
Pachelbel Canon hanya dengan menyertakan tiga buah violin yang kemudian
di iringi oleh sebuah cello, harpsichord dan theorbo sebagai acuan
standar penggunaan instrumen klasik dalam memainkan Canon in D Major
saat ini.
Di dalam Canon in D, Pachelbel sangat
menekankan pengulangan nada hanya di tiga instrumen violin. Oleh karena
itu Canon di sini hanya memiliki tiga buah pengulangan irama dari tiga
instrumen violin yang saling berulang secara terus – menerus. Cara
kerja violin Canon kira – kira bisa di ilustrasikan sebagai berikut.
Pertama, satu nada atau satu instrumen dibunyikan sebagai sebuah bagian
dari satu irama. Kemudian ketika nada tersebut hampir selesai dimainkan,
nada kedua atau instrumen kedua akan mulai mengulang atau meniru bunyi
dari nada atau instrumen pertama dengan penempatan tangga lagu yang
sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari sebelumnya. Begitu pula dalam
memainkan nada atau instrumen yang ketiga. Pengulangan di Canon
Pachelbel sendiri bersifat continuo sehingga pengulangan nada
akan dilakukan secara terus menerus mulai dari nada pertama, masuk ke
nada kedua hingga sampai pada nada ketiga dan kemudian lanjut ke irama
berikutnya. Penggunaan instrumen lain seperti cello, harpsichord dan
theorbo sendiri difungsikan hanya sebagai pengiring musik Canon dari
awal hingga akhir lagu.
Ketiga nada violin dalam Canon Pachelbel
ini juga dimainkan dengan penambahan sedikit waktu jeda. Seperti yang
sudah saya sebutkan di atas bahwa ada interval atau jarak tertentu untuk
memulai satu nada dalam suatu irama dengan nada di irama yang lain. Hal
ini dimaksudkan agar pengulangan setiap irama dalam Canon akan
terdengar lebih rapi dan tidak berantakan. Pachelbel menyusun semua
penempatan not balok di Canon ini hampir sama rumitnya dengan
perhitungan matematika yang kompleks. Meskipun begitu penempatan not
balok semacam ini tidak lantas membuat kaku para musisi yang ingin
memainkan Canon. Pemusik masih memiliki kebebasan dalam memilih nada
yang tepat sesuai dengan instrumen atau alat musik yang di pakai ketika
mereka membawakan Canon. Bahkan dalam sebuah pertunjukan orchestra
symphony yang membawakan Canon in D, konduktor bisa saja menambahkan
beberapa nada atau instrumen tambahan di dalamnya. Semuanya tergantung
pada keinginan sang konduktor atau komposer dalam membawakan karya ini
di dalam sebuah pertunjukkan musik.
Musik Canon sebetulnya sangat sederhana,
karena hanya terdiri dari 8 bar tangga lagu yang kemudian di ulang
sebanyak 28 kali. Banyak sekali versi notasi atau partitur musik yang
digunakan dalam memainkan Pachelbel Canon yang telah beredar luas saat
ini. Itu semua kembali pada instrumen atau alat musik apa yang ingin
dipakai dalam memainkan Canon pada sebuah pertunjukan musik. Saat ini
cukup sulit untuk menentukan aransemen nada yang betul – betul tepat dan
sesuai dalam memainkan Canon in D. Kesulitan dalam menentukan mana nada
Canon yang tepat ternyata juga sudah di alami oleh beberapa musisi
zaman dahulu yang berusaha untuk menghidupkan kembali nuansa Canon
secara utuh kepada masyarakat luas. Pada tahun 1929, salah seorang
pelajar musik yang bernama Max Seiffert pernah mempublikasikan aransemen
Canon and Gigue pada salah satu serial organum miliknya. Namun Canon and Gigue
yang dipublikasikan tersebut ternyata memiliki sejumlah artikulasi dan
dinamika yang tidak terdapat di dalam lagu Canon in D Major versi asli.
Seiffert selanjutnya memperbaiki dan mengaransemen ulang Canon in D dan
kemudian memberikan tempo nada yang dianggap tepat dalam memainkan Canon
sesuai dengan potongan – potongan dari lagu asli Canon yang terdapat
dalam manuskrip Musikalische Ergotzung. Berikut ini adalah salah
satu clip yang berisi partitur nada Canon in D Major yang secara umum
telah banyak diketahui dan dimainkan oleh banyak musisi klasik di
seluruh dunia. Instrumen yang digunakan dalam partitur musik ini hanya
menyertakan tiga buah violin, sebuah cello dan sebuah cembalo (nama lain
untuk harpsichord) sebagai pengiring musik Canon. Komposisi instrumen
di dalam partitur ini dapat dikatakan sama dan sesuai dengan komposisi
instrumen asli dalam memainkan Pachelbel Canon klasik seperti yang
terdapat di dalam manuskrip tersebut. Anda juga dapat memperoleh
partitur nada yang sama dengan clip di bawah ini dengan cara mengklik link ini.
Pachelbel Canon adalah musik klasik
paling terkenal yang sangat disukai oleh banyak orang di seluruh dunia.
Mungkin ini adalah satu – satunya mahakarya yang mampu mewakili
keindahan bermusik dari para musisi di masa lalu sekaligus menjadi karya
yang menandakan berdirinya kejayaan musikalitas zaman klasik yang kini
banyak diminati oleh para penikmat musik dari berbagai macam aliran di
seluruh penjuru dunia. Nah, jika kita berbicara tentang tokoh klasik
seperti Johann Pachelbel, maka mau tidak mau kita juga akan bersentuhan
dengan dunia musik klasik secara keseluruhan. Banyak orang yang
mengatakan bahwa musik klasik ternyata sudah begitu dekat dan menyatu
dengan lingkungan di sekitar kita. Sudah banyak penelitian
di luar negeri sana yang berbicara tentang manfaat dan pengaruh
mendengarkan musik klasik dalam kehidupan sehari – hari. Banyak
penelitian yang telah membuktikan bahwa mendengarkan dan memainkan musik
klasik ternyata mampu merangsang perkembangan otak seseorang. Musik
klasik diyakini mampu meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan
mengingat dan kreatifitas seseorang. Individu yang menyukai musik klasik
secara klinis akan memiliki kemampuan kognitif yang cenderung lebih
baik dibandingkan dengan orang lain. Pengaruh musik klasik juga sangat
besar terhadap perkembangan otak dan fisik seseorang. Belajar memainkan
musik klasik akan memberikan kontribusi terhadap keseimbangan
sensitivitas, pengekspresian diri dan semangat seorang individu.
Secara umum dalam dunia psikologi sendiri
telah ada sebuah penelitian yang mengkaji tentang pentingnya memainkan
dan mendengarkan musik bagi seseorang. Gardner (1983) dalam bukunya yang
berjudul Frames of Mind menyatakan bahwa terdapat tujuh macam
kecerdasan yang dimiliki oleh seorang manusia yang dapat memungkinkan
mereka untuk meraih kesuksesan di dalam kehidupan. Salah satu di antara
tujuh kecerdasan itu adalah kecerdasan bermusik. Menurut Michalko (2003)
keterampilan individu seperti mengkomposisi lagu, menyanyi, memainkan
alat musik atau bahkan hanya sebagai penikmat musik adalah ciri – ciri
individu yang cerdas dalam bermusik. Ini adalah pernyataan yang telah
dibuktikan secara empirik dan penelitian telah mensahkannya menjadi
sebuah konsep baru tentang pola kecerdasan manusia. Namun jika anda
masih tetap menginginkan sebuah alasan kenapa anda harus menyukai karya –
karya di dalam musik klasik, mungkin penjelasan di situs ini bisa lebih memperjelas pemahaman anda tentang besarnya manfaat mendengarkan musik klasik.
sumber : http://andikaaoshi.wordpress.com/2013/09/29/229/
0 komentar:
Posting Komentar